Si Karismatik Charlie Wade - Chapter 3

Keesokan paginya, setelah fajar menyingsing dan ia selesai menyiapkan sarapan sederhana, Charlie mengendarai skuter listrik kecilnya yang sudah usang menuju jantung distrik bisnis Aurous Hill. Tujuannya adalah sebuah gedung pencakar langit yang menjulang gagah, berkilauan di bawah sinar matahari pagi: markas besar Emgrand Group.

Ia memarkir skuternya di sudut area parkir, di antara deretan mobil-mobil mewah. Tepat saat ia mengunci stang, sebuah mobil Bentley hitam legam meluncur mulus dan berhenti di slot parkir di seberangnya. Pintu mobil terbuka, dan sepasang muda-mudi melangkah keluar dengan angkuh.

Charlie mengangkat wajah dan seketika mengenali mereka. Pria itu mengenakan setelan jas yang dirancang khusus, sementara wanitanya berbalut busana mencolok yang memamerkan lekuk tubuhnya. Mereka adalah Wendy, sepupu Claire, dan tunangannya, Gerald White.

Charlie tidak tahu urusan apa yang membawa mereka ke Emgrand Group, tapi ia tidak ingin ada masalah. Ia berniat untuk menghindar. Namun, takdir seolah senang mempermainkannya.

Mata tajam Wendy menangkap sosoknya. “Hei, lihat siapa itu! Kakak ipar!” serunya dengan nada yang dibuat ramah, namun penuh dengan cemoohan terselubung.

Teriakan itu membuat Charlie membeku. Mau tak mau, ia harus berhenti. Dengan senyum tipis yang dipaksakan, ia menunggu mereka mendekat. “Wendy, Gerald. Kalian di sini juga?”

Wendy terkikik, lengannya melingkar mesra di lengan Gerald. “Tentu saja! Aku dan Gerald datang untuk bertemu dengan Nona Doris Young, wakil direktur Emgrand Group!” Ia menatap tunangannya dengan penuh puja. “Keluarga Gerald punya banyak proyek kerja sama dengan Emgrand. Ke depannya, mereka tidak hanya akan membantu keluarga White, tapi juga keluarga Wilson kita.”

Charlie pura-pura tidak tahu. Bagaimanapun, Emgrand Group baru saja menjadi miliknya semalam, dan ia belum sempat mempelajari seluk-beluk bisnisnya.

“Tuan Muda White memang luar biasa, punya kekuatan dan karisma. Kalian benar-benar pasangan yang serasi,” puji Charlie dengan nada datar.

Gerald menatap Charlie dari atas ke bawah dengan tatapan jijik. Rasa superioritasnya membuncah. Sampah ini, yang kemarin dimaki-maki seperti anjing oleh Nyonya Wilson, hari ini sudah bisa tersenyum seolah tidak terjadi apa-apa. Kenapa bidadari secantik Claire harus menikah dengan pria tak berguna yang bahkan tak punya harga diri ini?

Jika bukan karena si pecundang ini, ia pasti sudah mengejar Claire habis-habisan. Ia tidak akan bertunangan dengan Wendy, yang dalam segala hal berada satu tingkat di bawah Claire.

Pikiran itu membuatnya semakin kesal. “Kau sendiri, sedang apa di Emgrand Group?” tanyanya dengan nada merendahkan.

“Aku? Melamar pekerjaan,” jawab Charlie santai.

“Melamar pekerjaan?” Gerald tertawa terbahak-bahak. “Dengan kemampuan apa kau berani datang ke sini? Kau pikir ini tempat apa?”

Dahi Charlie berkerut. “Apa urusannya denganmu?”

Wendy, yang melihat Gerald sudah memulai, tak mau ketinggalan. Ia langsung menimpali dengan sinis, “Memangnya Gerald salah bicara? Untuk melamar di sini, kau butuh ijazah. Apa kau punya? Kau butuh kemampuan. Apa yang bisa kau lakukan selain jadi benalu?”

Ia melanjutkan, “Jangankan diterima kerja, melamar jadi satpam saja kau tidak akan lolos! Sadarlah sedikit. Lebih baik kau pergi memungut sampah di jalanan. Setidaknya kau bisa dapat beberapa ribu Yuan sebulan!”

Setelah selesai menghina, Wendy melemparkan botol minuman plastik kosong ke kaki Charlie. “Nah, jangan bilang kami tidak peduli padamu. Ambil botol itu, lumayan bisa ditukar dengan uang!”

Gerald tersenyum puas. “Meskipun kau sampah, kau tetap kerabat. Aku akan membantumu. Kebetulan, aku cukup akrab dengan wakil direktur di sini. Nanti akan kurekomendasikan kau padanya, mungkin kau bisa dapat pekerjaan membersihkan toilet.”

Senyum dingin terukir di bibir Charlie. “Pekerjaanku, biar aku yang urus. Sebaiknya kau khawatirkan dirimu sendiri. Emgrand Group adalah perusahaan besar. Aku yakin, mereka tidak akan sudi bekerja sama dengan sampah berkualitas rendah sepertimu.”

Wajah Gerald memerah padam. “SIAPA YANG KAU SEBUT SAMPAH?!”

“Kau,” jawab Charlie dengan tatapan menghina.

Selesai berbicara, ia tak mau lagi membuang waktu meladeni mereka dan langsung berjalan menuju lobi Gedung Emgrand.

“BERHENTI KAU, SIALAN!” Gerald bergegas menyusul, mencegat Charlie tepat di depan pintu lift.

Ia ingin sekali menghajar Charlie, setidaknya memberinya satu atau dua tamparan untuk menyadarkan siapa dirinya. Tapi ini adalah wilayah Emgrand Group. Membuat keributan di sini bisa berakibat fatal bagi bisnis keluarganya. Ia terpaksa menahan amarahnya.

“Aku lepaskan kau kali ini,” desisnya. “Lain kali, kau tidak akan seberuntung ini!”

Charlie mendengus. Ia melangkah masuk ke dalam lift dan berkata tanpa menoleh, “Gerald, kau pikir kau siapa? Percayalah padaku, kau akan segera membayar harga atas kesombonganmu.”

“PERSETAN DENGANMU!” Gerald hendak ikut masuk ke dalam lift.

Namun, Wendy menahannya. “Gerald, jangan satu lift dengan sampah sepertinya. Nanti kau bisa mati lemas karena bau busuknya,” katanya dengan nada jijik.

Gerald mengangguk. Ia sadar tidak bisa berbuat apa-apa di sini. “Baiklah, aku lepaskan kau sekarang. Lain kali, kuhabisi kau!” teriaknya saat pintu lift mulai tertutup.

Lift meluncur naik, membawa Charlie langsung ke lantai teratas, tempat ruang kantor direktur utama berada.

Stephen Thompson telah mengatur segalanya. Orang yang akan menjadi tangan kanannya di perusahaan ini adalah seorang wanita bernama Doris Young.

Nama Doris Young sangat terkenal di Aurous Hill. Ia adalah seorang wanita karir yang menjadi legenda. Tidak hanya cantik luar biasa, kemampuannya dalam berbisnis juga sangat tajam. Di usianya yang masih muda, ia sudah berhasil menduduki posisi wakil direktur di Emgrand Group, sebuah pencapaian yang fenomenal.

Ketika Keluarga Wade mengakuisisi perusahaan, direktur sebelumnya lengser, namun Doris dipertahankan untuk membantu pemilik baru.

Saat pintu kantor terbuka dan ia melihat Charlie, Doris tertegun sejenak. Ia tidak menyangka Tuan Muda Wade yang dibicarakan oleh Stephen Thompson ternyata begitu muda dan memesona.

Tanpa menunda, ia segera bangkit dari kursinya dan membungkuk hormat. “Tuan Wade, selamat datang. Silakan masuk ke ruangan saya.”